"CMS Sync"
banner 728x250

Sejarah Harus Diluruskan, Ir Prihandoyo Kuswanto: 1 Juni 1945 Bukan Lahirnya Pancasila

  • Bagikan
banner 468x60

JAKARTA, Republikmaju.com – Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila, Ir. Prihandoyo Kuswanto menilai bahwa Penetapan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan hari libur nasional oleh pemerintah adalah sebuah kesalahan sejarah yang harus diluruskan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, sebagai institusi yang bertanggung jawab atas narasi kebangsaan, seharusnya memiliki keberanian untuk mengoreksi kekeliruan ini. Sebab jika tidak, kesalahan ini akan terus diwariskan dari generasi ke generasi, menyesatkan pemahaman rakyat Indonesia tentang jati diri konstitusional bangsanya.

Example 300x600

Berdasarkan kajian mendalam yang dilakukan oleh Rumah Pancasila, kami menegaskan bahwa Pancasila sebagai dasar negara tidak lahir pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasila sebagai dasar negara resmi ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yakni saat Undang-Undang Dasar 1945 disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Rumusan Pancasila yang sah secara hukum dan konstitusional adalah yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, bukan rumusan Bung Karno dalam pidatonya tanggal 1 Juni yang sifatnya masih berupa gagasan awal.

“Rumusan Pancasila 1 Juni yang kemudian dikenal dengan “Gotong Royong” tidak memuat sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama, melainkan menempatkan Ketuhanan pada urutan terakhir. Hal ini berpotensi mereduksi nilai fundamental Pancasila sebagai dasar negara yang berketuhanan. Sebaliknya, rumusan final yang diterima seluruh elemen bangsa menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama, menegaskan pondasi spiritual bangsa Indonesia.” Kata Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila itu. Dikutip dari Fusilat News.

Rakyat Indonesia, melalui para pendiri bangsa, telah memilih rumusan Pancasila yang final dan sah, yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945. Maka menjadikan 1 Juni sebagai “hari lahir Pancasila” tidak hanya bertentangan dengan fakta sejarah, tetapi juga menyesatkan pemahaman publik terhadap proses kelahiran dasar negara.

Kajian Rumah Pancasila Menyimpulkan Hal-Hal Berikut:

1. Menurut Hans Nawiasky, Pancasila adalah norma dasar (staatsfundamentalnorm) tertinggi dalam hierarki hukum Indonesia. Ia menjadi sumber dari segala sumber hukum, sehingga tidak boleh dijadikan setara atau disubordinasikan dalam bentuk peraturan seperti RUU HIP atau eksistensi BPIP.

2. Menurut Hans Kelsen, norma dasar (Grundnorm) adalah sumber tertinggi dari keabsahan norma-norma hukum. Memasukkan Pancasila ke dalam RUU HIP atau menjadikannya subordinat dari lembaga tertentu, adalah upaya menghancurkan otoritas Pancasila sebagai dasar hukum tertinggi.

3. Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 adalah representasi dari nilai-nilai Pancasila yang final, bersifat mengikat, dan menjadi dasar dalam penjabaran seluruh hukum positif di Indonesia.

Konsensus pendiri bangsa menyepakati bahwa Pancasila yang sah adalah rumusan yang terdapat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, bukan pidato 1 Juni Bung Karno yang bersifat konseptual dan belum difinalisasi.

4. Dalam pidatonya pada 17 Agustus 1963, Bung Karno sendiri menegaskan bahwa Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan, dan merupakan cerminan filosofi serta cita hukum bangsa Indonesia. Bung Karno menyatakan bahwa teks Pembukaan UUD 1945 adalah representasi batin bangsa yang terdalam.

5. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 serta Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 menegaskan posisi Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, bukan sebagai produk hukum itu sendiri. Oleh karena itu, upaya merumuskan ulang atau menafsirkan ulang Pancasila melalui UU seperti RUU HIP adalah pelanggaran terhadap prinsip dasar konstitusi.

6. Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 bersifat final. Upaya memeras, mereduksi, atau menyusun kembali menjadi bentuk lain—seperti menjadikannya sekadar “gotong royong”—merupakan penyelewengan terhadap kesepakatan historis bangsa.

Kesimpulan:

Rumusan Pancasila yang sah sebagai dasar negara Indonesia adalah rumusan yang disahkan pada 18 Agustus 1945, bukan rumusan gagasan 1 Juni 1945. Menjadikan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila adalah bentuk penyimpangan sejarah yang membingungkan generasi bangsa. Peringatan 1 Juni seharusnya ditempatkan dalam konteksnya sebagai pidato konseptual Bung Karno tentang dasar negara, bukan sebagai tanggal lahir resmi Pancasila. Kebenaran sejarah harus ditegakkan, demi keutuhan konstitusi dan kesadaran kebangsaan yang murni. (Rachmat)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *