Surabaya, Republikmaju.Com – Wakil Ketua DPRD Surabaya, Arif Fathoni, menyoroti minimnya keterbukaan data stunting dan Kemiskinan antara Pemerintah Kota Surabaya dan Badan Pusat Statistik (BPS), ia menilai masalah ini bisa menjadi penghambat serius dalam menyelesaikan masalah strategis seperti kemiskinan dan stunting.
Menurut Arif Fathoni, permasalahan utama dalam sistem pemerintahan saat ini adalah ego sektoral antar instansi, termasuk dalam hal keterbukaan data. Ia menyoroti sulitnya pemerintah daerah mendapatkan data BPS secara lengkap.
“Problem utama sistem pemerintahan kita adalah masih adanya ego sektoral antar institusi pemerintahan. Termasuk salah satunya adalah data dari BPS yang tidak pernah diberikan secara gamblang kepada pemerintah daerah,” ungkap politisi asal Golkar yang akrab disapa Toni tersebut, minggu (11/5/2025).
Toni menjelaskan bahwa data BPS merupakan data primer yang seharusnya menjadi dasar dalam merancang kebijakan pembangunan, baik pada tingkat pusat maupun daerah, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Data BPS itu adalah data primer. Jika pemerintah kota tidak memiliki akses penuh terhadapnya, maka berbagai program pembangunan akan sulit dievaluasi secara objektif dan tepat sasaran,” lanjutnya.
Ia mencontohkan dalam kasus stunting, data yang dimiliki Pemkot Surabaya kerap berbeda dengan hasil survei BPS. Hal ini menurutnya sangat menghambat langkah konkret dalam menangani permasalahan gizi kronis yang memengaruhi perkembangan anak tersebut.
“Kalau data utamanya tidak sinkron, maka pasti penanganannya berbeda pula. Pemerintah kota bisa jadi mengklaim satu capaian, tapi BPS mengungkap hal yang berbeda. Ini tentu menimbulkan kebingungan publik,” tegasnya.
Perbedaan data antara BPS dan pemerintah daerah, seperti yang terjadi di Surabaya, mencerminkan lemahnya koordinasi dan masih kuatnya ego sektoral dalam birokrasi. Ke depan, DPRD Surabaya berharap pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto dapat mendorong lahirnya sistem satu data yang transparan, komprehensif, dan mudah diakses hingga tingkat daerah.
“Sebab, tanpa data yang akurat dan terbuka, mustahil pembangunan bisa tepat sasaran. saatnya semua pihak meninggalkan ego sektoral dan bersatu dalam satu visi: mewujudkan kesejahteraan nyata bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Toni.(Sigit)