SAMARINDA, Republikmaju.com – Dua pria dari dua kota berbeda di Kalimantan Timur, yaitu Dicky dari Kota Samarinda dan Mardianto dari Kutai Timur, ditangkap polisi setelah masuk dalam jaringan narkoba lintas kabupaten/kota.
Dicky yang berusia 27 tahun, warga Jalan Pangeran Antasari Gang Kenanga, Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu, sementara Mardianto berusia 29 tahun, warga Jalan Poros Bontang-Sangata, Kecamatan Sangata Selatan, Kabupaten Kutai Timur, diringkus jajaran Satresnarkoba Polresta Samarinda pada Jumat (6/12/2024) malam sekitar pukul 19.00 WITA.
Pengungkapan bermula dari diamankannya Dicky di sebuah indekost di Jalan Anang Hasyim, Kelurahan Air Putih, Kecamatan Samarinda Ulu. Saat itu, Dicky bersama istrinya diamankan bersama barang bukti tujuh bal sabu seberat 309,6 gram bruto yang sudah dipecah-pecah, yang sebelumnya dalam kemasan teh China warna hijau, serta barang bukti lainnya yaitu lima bundel plastik klip, dua sendok penakar, alat pres, buku catatan penjualan, baskom plastik, dua timbangan digital, serta satu unit ponsel.
“Saat diamankan, Dicky mengaku sudah dua pekan tinggal di indekost, sementara istrinya baru dua hari. Jadi, istrinya tidak tahu apa-apa, yang dia tahu hanya uang yang diberikan kepadanya Rp5 juta dari hasil pinjaman online, karena dia sering melihat suaminya menerima telepon dari pinjaman itu,” ungkap Kapolresta Samarinda Kombes Pol Ary Fadli saat rilis di Aula Wira Pratama Lantai II Mapolresta Samarinda, Senin (9/12/2024) hari ini.
Kemudian, Dicky bersama barang bukti pun langsung digelandang ke Mapolresta Samarinda guna proses penyelidikan lebih lanjut. Dari hasil interogasi, Dicky mengaku memperoleh barang haram tersebut dengan sistem jejak, yang dipesan dari seseorang bernama RD yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), dan RD memerintahkan kepada Dicky untuk menyimpan sabu tersebut, pasalnya sabu akan dijajakkan kembali atas perintah RD.
Setelah tertangkap, Dicky menghubungi RD yang isinya memesan sabu satu kilogram dengan kesepakatan harga Rp620 juta dan akan dibayarkan secara cash. Selanjutnya, Dicky pun dihubungi oleh Mardianto alias Mardi, yang akan menyerahkan sabu-sabu pesanannya itu dengan sistem jejak di Jalan PM Noor, tetapi gagal dan beralih ke Jalan Perjuangan, Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara.
Setibanya di sana, Mardi pun meletakkan barang haram tersebut, dan di situlah petugas yang bersiap langsung membekuk Mardi, yang saat itu mengendarai mobil dari Sangatta ditemani istri dan dua anaknya, pada Sabtu (7/12/2024) sekitar pukul 00.10 WITA dini hari.
Namun, tak ada keterlibatan dari keluarga Mardi tersebut, lantaran ia tak memberitahu sang istri terkait apa yang dilakukannya.
Mardi kami amankan bersama 2.050 gram bruto, satu kilo lagi diamankan petugas di kediamannya di Muara Badak Kukar. Dari pengakuannya, sabu diantarkan ke Dicky atas perintah DD (DPO), yang sebelumnya DD ini menghubungi Mardi yang isi pesannya menerima sabu dengan jejak seberat 5 kg, kemudian disimpan Mardi di rumahnya, papar Ary.
“Peran dari masing-masing pelaku ini, Dicky sebagai pengedar, sedangkan Mardi sebagai kurir, yang diminta untuk: mengantar barang secara jejak, dan diberikan upah Rp10 juta,” sambungnya.
Dari pengakuannya, “Dicky dan Mardi, mereka tidak saling mengenal dan hanya berkomunikasi lewat ponsel. Mereka tidak saling kenal, dan tidak tahu jaringan di atasnya, hanya melalui komunikasi, karena transaksinya juga sistem jejak, sedangkan dua pelaku lainnya, RD dan DD, masih dalam pencarian,” pungkasnya.
Mardi sendiri kepada media ini mengaku bahwa “barang tersebut dibawa dari Sangatta yang sebelumnya memang dia ambil dengan sistem jejak di kawasan Jalan Soekarno Hatta Sangata Kutim, atas perintah DD.”
“Saya ambil barang diupah Rp10 ribu (Rp10 juta), terus saya disuruh antar lagi ke Samarinda satu kilo sabu naik mobil rentalan, sistem jejak juga, diminta menghubungi orangnya di sini yang bernama Dicky, saya juga tidak kenal,” kata Mardi.