"CMS Sync"
banner 728x250

Jaringan Gusdurian Minta RUU Polri Pastikan Jamin Hak Minoritas dan Perkuat Pluralisme

  • Bagikan
DIHADIRI TIGA NARASUMBER: Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI) menyelenggarakan diskusi publik bertema “RUU Polri: Merajut Pluralisme dan Demokrasi untuk Polri yang Toleran dan Profesional”. [Foto: LSPI]
banner 468x60

JAKARTA, Republikmaju.com – Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI) menyelenggarakan diskusi publik bertema “RUU Polri: Merajut Pluralisme dan Demokrasi untuk Polri yang Toleran dan Profesional”. Acara diskusi ini menghadirkan Jay Ahmad (Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Gusdurian), Karyono Wibowo (Analis Kebijakan Publik), dan Halili Hasan (Direktur Eksekutif Setara Institute).

Mengusung semangat kemanusiaan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), diskusi ini menegaskan pentingnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk menjamin hak minoritas, memperkuat pluralism, dan menjunjung demokrasi. Hal ini sejalan dengan visi Jaringan Gusdurian untuk Polri yang inklusif dan humanis.

Example 300x600

Jay Ahmad dari Jaringan Gusdurian menyerukan agar RUU Polri menjadi alat untuk melindungi keberagaman dan hak setiap warga. “Kalau kita bersuara terus, saya kira RUU Polri ini harus berangkat dari kebutuhan yang dihadapi,” kata Jay Ahmad, dalam keterangannya, Senin (16/6/2025).

Ia mengusulkan penghapusan pasal-pasal represif seperti pengawasan ruang siber (Pasal 16 ayat 1 huruf q), penguatan pengawasan eksternal melalui Kompolnas yang independen. Serta klausul non-diskriminasi untuk menjamin hak minoritas.

Jay juga menolak perpanjangan usia pensiun, yang dinilai tidak relevan, demi memastikan RUU Polri mencerminkan pluralisme dan demokrasi ala Gus Dur.

Karyono Wibowo dari Analis Kebijakan Publik menambahkan, RUU Polri adalah kesempatan untuk membangun Polri yang demokratis dan berintegritas.

“RUU Polri ini sebenarnya menjadi momentum positif sejauh semangat UU Polri dilandasi semangat penegakan hukum yang bersih dan punya integritas. Sebagai pelayan masyarakat, sebagai pelindung masyarakat sipil,” kata Karyono.

Ia menekankan perlunya keterlibatan publik luas dalam penyusunan RUU untuk menjawab kebutuhan keadilan masyarakat, termasuk perlindungan terhadap kelompok minoritas. Karyono mendukung penguatan pengawasan eksternal dan batasan jelas pada kewenangan baru Polri.

Seperti penyadapan, agar tidak mengekang kebebasan sipil. Ini sejalan dengan nilai-nilai demokrasi yang diusung Gusdurian.

Halili Hasan dari Setara Institute menegaskan bahwa RUU Polri harus mendukung Polri yang menghormati pluralisme dan HAM. “Polri secara internal punya kehendak untuk melakukan transformasi dirinya, mulai dari visi yang mengacu ke HAM. Mari kita kawal jangan sampai pasal HAM hilang,” ujar Halili.

Ia merekomendasikan penghapusan pasal-pasal yang berpotensi represif, penguatan pengawasan eksternal, dan klausul perlindungan minoritas untuk mencegah diskriminasi. Halili juga mengajak penguatan tata kelola Polri yang modern dan anti-korupsi, menjadikan RUU ini sebagai instrumen demokrasi yang melindungi semua warga, termasuk kelompok minoritas, sesuai semangat kemanusiaan Gus Dur.

Diskusi ini menghasilkan rekomendasi yang akan disampaikan kepada DPR RI dan Polri, menekankan perlindungan hak minoritas, penguatan pluralisme, dan demokrasi dalam RUU Polri.

LSPI berkomitmen mengawal aspirasi ini melalui policy brief dan kampanye publik, memastikan Polri menjadi institusi yang toleran dan profesional.

Dengan semangat Gusdurian, acara ini memperkuat harapan Polri yang melindungi keberagaman dalam menyambut HUT Polri ke-79 dengan visi harmoni dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. (ssd)

 

Sumber: rri.co.id

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *