SURABAYA, Republikmaju.com – Penjualan beras oplosan bisa dijerat pasal perlindungan konsumen, persaingan usaha tidak sehat, hingga pidana penipuan.
Praktik penjualan beras oplosan kembali menjadi sorotan aparat penegak hukum. Satuan Tugas (Satgas) Pangan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), hingga Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menyoroti aspek hukum serius yang melekat pada tindakan ini. Hal ini merugikan konsumen dan menciptakan ketimpangan di pasar.
Ponang Adji Handoko, Aktivis Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) Jawa Timur, menerangkan bahwa secara hukum kasus beras oplosan dapat dijerat melalui beberapa instrumen. Pertama, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha yang mencampur dan menjual beras tanpa informasi yang jujur dan benar dinilai melanggar hak konsumen atas produk bermutu dan berstandar. Jika terbukti, pelaku bisa dikenai sanksi berupa pidana penjara, denda, hingga pencabutan izin usaha.
“Kedua, dari sisi persaingan usaha, praktik beras oplosan dapat melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan menjual produk yang lebih murah namun tidak sesuai standar, pelaku usaha memperoleh keuntungan tidak adil, yang berpotensi merugikan pesaing yang jujur,” jelas Ponang Adji Handoko yang akrab dipanggil Bonang ini, Jumat (25/7/2025).
Ketiga, sambung Bonang, secara pidana, praktik ini bisa masuk dalam kategori penipuan atau pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP (penipuan) dan Pasal 242 KUHP (pemalsuan dokumen atau komposisi). Selain itu, Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen juga mengatur ancaman pidana bagi pelaku yang dengan sengaja menyampaikan informasi tidak benar dalam label atau iklan produk.
Satgas Pangan Polri menegaskan akan terus menggencarkan pengawasan dan penindakan terhadap peredaran beras oplosan. Beberapa waktu lalu, sejumlah produsen beras telah diperiksa setelah ditemukan menjual produk tak sesuai standar mutu.
“Ini bukan hanya soal kualitas, tapi juga soal kejujuran dan keselamatan konsumen,” tambah Bonang.
Kasus beras oplosan menjadi pengingat bahwa pengawasan pangan tak hanya soal ekonomi, tapi juga menyangkut integritas, keadilan, dan perlindungan terhadap masyarakat luas. Pemerintah pun diharapkan lebih aktif melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelaku usaha curang. (ssd)
Sumber: beritasatu.com