"CMS Sync"
banner 728x250

Peringati Hari Masyarakat Adat, PP PMKRI Desak Negara Sahkan UU Masyarakat Adat

  • Bagikan
banner 468x60

JAKARTA, Republikmaju.Com – Seluruh dunia memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS). Peringatan tahunan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global tentang kebutuhan, hak dan kontribusi masyarakat adat dalam menjaga kelestarian budaya dan lingkungan hidup.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengangkat tema global “ The Right of Indigenous Peoples to Self-Determination: A Path to Food Security and Sovereignty” atau Hak Masyarakat Adat Untuk Menentukan Nasib Sendiri: Sebuah Jalan Menuju Ketahanan Dan Kedaulatan Pangan.

Example 300x600

Lebih lanjut, PBB menyoroti tema “Indigenous Peoples and AI: Defending Right,Shaping Futures” yang memfokuskan kepada hubungan antara masyarakat adat dengan perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence)

Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Periode 2024-2026, Susana Florika Marianti Kandaimu menyoroti persoalan yang terjadi di Indonesia adalah perampasan tanah masyarakat adat dengan dalih pembangunan nasional.

“Perampasan tanah adat karena di landasi kepentingan investasi, konservasi dan proyek-proyek nasional maupun internasional. Hal ini menyebabkan hilangnya ruang hidup masyarakat adat, konflik sosial dan pelanggaran hak asasi manusia,” Ucap Susana, Sabtu (9/8/2025).

Selain itu, Susan juga menyoroti minimnya pengakuan dan perlindungan hukum terhadap masyarakat adat juga menjadi faktor pendorong terjadinya perampasan. Susan menegaskan bahwa perampasan wilaya adat yang terjadi pada tahun 2024.

“Menurut data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sekitar 140 komunitas adat yang dirampas tanahnya dengan total luas wilayah terdampak mencapai 2,8 juta hektare yang terjadi di Indonesia,” Sambungnya.

Susan menyebutkan bahwa kasus-kasus yang terjadi seperti Sihoporas, Poco Leok, Program Food Estate Merauke, Raja Ampat dan dan Kepulauan Togean merupakan ambisi negara dalam pengambil alihan tanah masyarakat adat.

“Secara paksa hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar bernegara tentang bagaimana menghormati masyarakat adat seperti yang termaktud dalam pasal 18 UUD 1945,” Terang Susana.

Lebih jauh, Susan menyoroti program swasembada pangan yang digaungkan oleh presiden Prabowo Subianto maupun presiy sebelumnya yang tidak berdampak pada ketahanan pangan masyarakat lokal, namun justru menambah masalah baru seperti masalah perampasan lahan, krminalisasi, kekerasan aparatus militer dan membawa kesenjangan ekonomi.

PMKRI juga menyoroti minimnya pengakuan dan penegakan hukum yang melindungi hak-hak masyarakat adat. Beberapa kebijakan seperti Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (UU KSDAHE), serta proyek pemindahan IKN menggambarkan lemahnya komitmen negara dalam menjalankan mandat konstitusional untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak hidup masayarakat adat.

“PMKRI mendesak kepada pemerintah pusat agar tidak tidak menjadikan investasi dan bisnis sebagai prioritas utama, tetapi dengan transisi pergantian kepemimpinan sekarang segera mengesahkan UU Masyarakat Adat yang perjalanannya cukup panjang meskipun di tahun 2025 kemarin sudah masuk kembali dalam Prolegnas, tetapi proses legislasi yang lemban menunjukan lemahnya kehendak politik negara,” Jelasnya.

Susan menyampaikan bahwa masyarakat adat butuh kepastian hukum dan perlindungan dalam menjamin hak-hak hidup mereka dan tugas.

“Negara harus memastikan itu tanpa diskriminasi dan kekerasan dalam konteks apapun,”pungkasnya.(Sigit).

Penulis: Sigit santosoEditor: Hasan
banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *