"CMS Sync"
banner 728x250

Sam Sam, Ritual Tutup Kampung dari Kalimantan Barat

  • Bagikan
TRADISI TURUN TEMURUN: Dua orang pria masyarakat Dayak sedang melakukan salah satu ritual di dalam perayaan Sam Sam. [Foto: Istimewa]
banner 468x60

SAMBAS, Republikmaju.com – Di  pedalaman Kalimantan Barat, keheningan bukan sekadar sunyi, melainkan bahasa sakral antara manusia dan semesta. Masyarakat Dayak Badamea dan Bakati menyebutnya Sam Sam, yaitu hari raya jiwa yang ditulis dalam diam.

Masyarakat Dayak Badamea dan Bakati adalah kelompok etnis Dayak yang mendiami wilayah Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas di Kalimantan Barat.

Example 300x600

Layaknya Nyepi di Bali, Sam Sam adalah perayaan penuh takzim yang menutup desa dan membekukan waktu. Tahun ini, Desa Sebunga Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, yang menaungi Dusun Aruk, Dusun Aping, dan Dusun Beruang menjalani keheningan itu.

Tiga hari lamanya, jalan-jalan sunyi bagai hutan yang menutup pintu pada riuh dunia luar. Akses ke perbatasan pun larut dalam gelap, memberi ruang bagi roh-roh leluhur kembali menengok tanahnya.

IMBAUAN: Salah satu pemberitahuan adanya ritual Sam Sam. [Foto: Istimewa]
Di depan rumah, tali dedaunan dirajut perlahan sebagai lambang peringatan bahwa dusun tengah berbicara dengan alam. Masyarakat luar diminta menepi, diam, dan menghormati batas antara sakral dan fana.

Sam Sam bukan sekadar adat, tapi napas panjang budaya yang tumbuh dari akar tanah dan langit. Sam Sam adalah bentuk syukur, perlindungan, dan doa kepada alam agar tetap ramah pada kehidupan.

Persiapan dilakukan penuh khidmat, dimulai dari ritual “Nyapat Rape Pade” sebagai tameng dari bala dan bencana. Pada patung “Pantak”, yang terbuat dari kayu suci, doa-doa ditambatkan dalam diam mendalam.

Saat hari Sam Sam tiba, semua aktivitas ditanggalkan, digantikan keheningan yang membungkus rumah dengan tenang. Setiap keluarga menyiapkan “Buis”, hantaran penuh makna yang tidak sekadar pemberian.

Di dalamnya tersaji telur, ketupat, pulut, hingga cucur jadah, makanan lokal yang sarat simbol keseimbangan hidup. Bendera kecil dan uang koin ditambahkan, menandai harapan agar rezeki tetap mengalir deras.

Semua persembahan diserahkan kepada tokoh adat, yang menjadi penjaga jembatan antara dunia manusia dan roh leluhur. Hantaran itu bukan syarat, melainkan pernyataan cinta pada warisan yang hidup.

Setelah masa hening, masyarakat masuk tahap “Balala’k”, masa pantang yang tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Meski bebas beraktivitas, menebas dan membakar lahan tetap jadi larangan mutlak.

Bagi yang melanggar, hukum adat akan bicara lewat denda berupa “Tahil”, ayam, dan tempayan kuno. Tak ada pengadilan resmi, tapi keadilan adat berdiri dari kesepakatan dan rasa malu yang diwariskan turun-temurun.

Sam Sam adalah sabda diam yang diwariskan dari generasi ke generasi, tak pernah lekang oleh zaman. Dalam sunyinya, mengalir puisi kehidupan yang merawat alam, menghormati leluhur, dan memuliakan harmoni. (ssd)

 

Sumber: rri.co.id

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *