JAKARTA, Republikmaju.com – Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Rieke Diah Pitaloka, menyampaikan apresiasi atas langkah Presiden Prabowo Subianto yang memutuskan untuk turun tangan langsung dalam menyelesaikan polemik terkait status empat pulau yang disengketakan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Rieke menilai, Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tidak sejalan dengan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk dengan isi perjanjian damai Helsinki.
“Provinsi Aceh dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956. Undang-undang ini menjadi dasar dalam Perjanjian Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Dalam poin 1.1.4, disebutkan secara jelas bahwa wilayah Aceh mencakup seluruh kawasan bekas Keresidenan Aceh, termasuk wilayah Singkil dan pulau-pulaunya,” ujar Rieke dikutip dari keterangan resminya, Senin (16/6/2025).
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Rieke mengusulkan empat langkah untuk menyelesaikan polemik tersebut. Pertama, Rieke menyatakan bahwa Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 semestinya dianggap batal demi hukum. Kedua, Rieke menyarankan agar dibuka ruang dialog antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dan Pemprov Sumatera Utara, dengan penegasan bahwa batas wilayah administratif harus mengacu pada regulasi yang berlaku.
Ketiga, Rieke menekankan pentingnya penyelesaian persoalan ini dilakukan tanpa mengabaikan semangat dan komitmen yang telah dituangkan dalam Perjanjian Helsinki. Terakhir, ia mendorong pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1956 guna memperkuat kedudukan Provinsi Aceh, termasuk menjaga keberadaan pulau-pulau, wilayah perairan, serta ekosistem di dalamnya.
“Revisi tersebut harus dilandasi oleh tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta melindungi lingkungan hidup di Aceh,” tambah Rieke.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan untuk mengambil alih penyelesaian konflik terkait status empat pulau yang menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Keputusan itu diambil setelah Dasco melakukan komunikasi langsung dengan Presiden.
“Dari hasil komunikasi kami dengan Presiden, disampaikan bahwa beliau akan mengambil alih permasalahan batas wilayah pulau yang menjadi persoalan antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” kata Dasco.
Lebih lanjut, Dasco menyampaikan bahwa Presiden Prabowo direncanakan akan mengumumkan keputusan terkait polemik ini dalam waktu dekat, tepatnya pada pekan ini.
Di sisi lain, Pemerintah Aceh bersama DPR Aceh serta para wakil rakyat asal Aceh di DPR dan DPD RI sepakat untuk menempuh jalur non-litigasi dalam menyelesaikan persoalan ini. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem, menyampaikan bahwa pihaknya tidak akan membawa perkara ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), melainkan mengedepankan pendekatan kekeluargaan, administrasi, dan jalur politik.
“Empat pulau itu adalah hak kita, dan sudah sepatutnya kita jaga dan pertahankan. Pulau-pulau itu adalah milik Aceh,” tegas Mualem.
Kesepakatan ini tercetus dalam pertemuan yang melibatkan DPR Aceh, Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD asal Aceh, para ulama, Bupati Aceh Singkil, serta sejumlah akademisi. Dalam forum tersebut, disepakati bahwa langkah awal yang akan ditempuh adalah menyampaikan surat keberatan resmi kepada Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Surat tersebut berisi argumentasi hukum, data geografis, serta informasi demografis yang mendukung klaim Aceh atas keempat pulau.
“Inti dari surat itu adalah menegaskan hak kita—berdasarkan bukti-bukti yang kita miliki secara historis, data penduduk, dan letak geografis. Semuanya menunjukkan bahwa pulau-pulau itu memang milik Aceh,” ujar Mualem.
Lebih lanjut, Mualem dijadwalkan untuk mengikuti pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri pada 18 Juni 2025 guna membahas langsung isu ini. Ia juga menyatakan bahwa bila seluruh jalur administratif tidak membuahkan hasil, maka upaya terakhir adalah membawa persoalan ini langsung ke Presiden.
“Kalau semua upaya tidak berhasil, saya yakin Presiden akan berpihak kepada Aceh. Itu akan menjadi langkah terakhir kami,” kata Mualem.
Namun, Mualem menolak opsi pertemuan atau dialog dengan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. Ia beralasan bahwa keempat pulau tersebut sudah jelas merupakan bagian dari Aceh, berdasarkan dokumen, catatan sejarah, dan bukti lainnya.
“Tidak ada yang perlu dibahas. Bagaimana mungkin kami duduk bersama Gubernur Sumut untuk membicarakan hal yang sudah jelas sebagai hak kami? Pulau-pulau itu milik Aceh dan sudah seharusnya kami pertahankan,” tutup Mualem. (ssd)
Sumber: hukumonline.com