MATARAM, Republikmaju.com – Peristiwa memilukan terjadi di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Seorang siswi sekolah dasar (SD) berusia 14 tahun menjadi korban prostitusi online. Ironisnya, pelaku yang menjual korban ke lelaki hidung belang adalah kakak kandungnya sendiri.
Perbuatan bejat kakak kandungnya itu, membuat korban hamil dan melahirkan seorang bayi prematur yang menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Kepala Dinas Sosial Mataram, Lalu Syamsul Adnan, mengatakan bayi yang dilahirkan korban memiliki berat hanya 1,7 kilogram dan saat ini masih dirawat di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSUD NTB.
“(Posisi bayi) masih di NICU,” ujar Lalu Syamsul Adnan, Rabu (14/5/2025), dikutip dari DetikBali.
Kasus ini mencuat dan menjadi perhatian publik, setelah beredar isu mengenai siswi SD yang melahirkan.
“Awalnya, kasus (mencuat) karena ada isu anak SD yang melahirkan, kemudian muncul (permasalahan) BPJS, dan lain-lain. Akhirnya, kasus ini tertangani teman-teman Dinsos, LPA Mataram, dan banyak pihak,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi, saat perayaan HUT ke-17 Dewan Anak Mataram, Selasa (13/5/2025).
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB menetapkan dua tersangka prostitusi open BO siswi SD di Mataram yang dijual kakaknya, yakni kakak korban, ES (22), dan seorang pengusaha pemesan prostitusi anak, MAA.
Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, menyebut ES menjual adiknya sendiri kepada MAA seharga Rp8 juta.
Untuk memuluskan aksinya, ES mengiming-imingi adiknya akan membelikan sebuah smartphone.
“Tersangka MAA sebelumnya memang mengajukan atau meminta orang baru, istilah katanya orang baru. Kemudian, setelah bertemu korban di suatu hotel, terjadi peristiwa persetubuhan. Atas permintaan tersebut telah dipenuhi, maka tersangka MAA menyerahkan sejumlah uang yang nilainya Rp8 juta kepada tersangka ES,” kata Pujawati.
Sementara itu, Ketua LPA Mataram Joko Jumadi menyebut pemesan prostitusi anak adalah Muhammad Andi Abdullah alias MAA merupakan seorang pengusaha pakan ayam di Mataram.
MAA disebut Joko sudah sering memesan siswi SD yang belum menginjak usia 14 tahun di hotel yang berbeda-beda.
“LPA Mataram menemukan (nama om-om itu) melalui investigasi panjang, dan akhirnya ketemulah oknum si Om Andi (Abdullah),” kata Joko dikutip detikBali, Selasa (10/6/2025).
Joko pun mengonfirmasi, bahwa korban diduga hamil akibat hubungan dengan salah satu pria langganan berinisial “Om A”.
ES dan MAA dijerat Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) atau Pasal 88 juncto Pasal 76i UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
Kepala Dinas Sosial Mataram, Lalu Syamsul Adnan, mengatakan Pemerintah Kota Mataram melalui Dinsos akan memberikan bantuan kedaruratan kepada ibu dan bayinya, serta memfasilitasi penerbitan dokumen administrasi kependudukan.
Selain itu, Dinsos bersama Dinas Kesehatan dan instansi terkait tengah menyiapkan layanan pemulihan mental dan spiritual untuk korban yang kini berada dalam kondisi stres berat.
“Kami bersama Dinkes Mataram juga akan memfasilitasi pemeriksaan kesehatan ibu dan bayi. Selain itu, kami akan melakukan pembinaan mental spiritual kepada yang bersangkutan dan keluarga,” katanya.
Potret Kemiskinan NTB
Motif ekonomi jadi salah satu yang diduga melatari kakak kandung korban melakukan perbuatan bejat menjual adiknya sendiri kepada pria hidung belang.
Kemiskinan memang jadi salah satu persoalan struktural yang melekat di NTB. Provinsi ini bahkan sempat masuk dalam daftar 10 besar provinsi termiskin di Indonesia.
Pada 2023, NTB menempati peringkat 8 provinsi termiskin, namun berhasil keluar pada September 2024.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 709,01 ribu orang, berkurang 42,22 ribu orang dibandingkan Maret 2023 dan berkurang 35,68 ribu orang dibandingkan September 2022.
Sementara jumlah penduduk miskin pada September 2024 sebesar 658,60 ribu orang, menurun 50,41 ribu orang dibandingkan Maret 2024 dan menurun 92,63 ribu orang dibandingkan Maret 2023.
Kepala BPS NTB Wahyudin menjelaskan bahwa berdasarkan wilayah tempat tinggal, jumlah penduduk miskin di perkotaan selama Maret-September 2024 turun sebesar 29,8 ribu orang. Sementara itu, di pedesaan terjadi penurunan sebanyak 20,6 ribu orang. Meskipun terjadi penurunan, akan tetapi masyarakat di pedesaan masih mendominasi angka kemiskinan.
“Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 12,86 persen menjadi 11,64 persen. Sementara itu, di pedesaan turun dari 12,95 persen menjadi 12,21 persen,” jelas Wahyudin di kantornya, dikutip DetikBali, Rabu (15/1/2025).
Kemiskinan NTB tergambar dari garis kemiskinannya. BPS NTB mencatat Garis Kemiskinan pada September 2024 tercatat sebesar Rp540.339,00/kapita/bulan. Dengan kata lain, tiap kepala di NTB dikategorikan miskin jika pengeluaran per bulannyaRp540.339 ribu atau kurang dari itu. Sementara pengeluaran di atas angka itu sudah bisa disebut bukan orang miskin.
Selain kemiskinan, NTB juga punya masalah ketimpangan. BPS NTB mencatat gini ratio NTB pada September 2024 sebesar 0,364, menduduki peringkat 12 provinsi dengan ketimpangan tertinggi.
Kemiskinan dan Kriminalitas di NTB
Ketimpangan ekonomi, keterbatasan akses pendidikan, dan lapangan kerja yang sempit mendorong banyak keluarga terjerumus dalam siklus kemiskinan antargenerasi. Situasi inilah yang sering kali menjadi titik awal eksploitasi hingga pernikahan anak.
Kondisi tersebut diperparah dengan maraknya praktik pernikahan dini. Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB membeberkan dispensasi perkawinan anak pada tahun 2024 mengalami penurunan yaitu 581 kasus dari sebelumnya tahun 2023 sebanyak 723 kasus.
Melansir laman resmi Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum NTB, meskipun mengalami penurunan, NTB masih menduduki sebagai daerah darurat perkawinan anak di Indonesia. Dalam mengupayakan hal ini, Pemprov NTB mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
“Tahun 2024, Provinsi Nusa Tenggara Barat menempati posisi teratas sebagai penyumbang perkawinan anak atau pernikahan dini saat ini. Ini tentunya menjadi keprihatinan kita bersama. Bahaya pernikahan dini dari sisi psikologis belum siap, dari sisi kesehatan juga masih masa pertumbuhan,” tutur Penyuluh Hukum Ahli Muda Kanwil Kemenkum NTB Linda Sastra Maya, Mataram, Rabu (19/2/2025).
Sementara itu, Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) tentang Pencegahan Perkawinan Anak tidak mengatur pemberian sanksi.
Komisioner KPAI Ai Rahmayanti menilai hal tersebut menjadi salah satu faktor tingginya angka perkawinan anak di NTB.
“Nah di faktor regulasi ini memang di NTB sendiri sudah ada peraturan daerah terkait pencegahan perkawinan anak namun tidak mengandung sanksi. Kemudian juga tidak ada komitmen anggaran dari pemerintah daerah,” kata Rahmayanti di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (26/5).
Rahmayanti menekankan Perda Pencegahan Perkawinan Anak di NTB yang dikeluarkan tahun 2021 itu tidak mengatur sanksi untuk perangkat daerah yang berkontribusi dalam menyelenggarakan pernikahan dini.
Menurut Rahmayanti, faktor lain yang turut meningkatkan tingginya kasus perkawinan anak di NTB adalah faktor adat dan agama. Maka dari itu, ia meminta Kemendagri untuk meninjau seluruh aturan yang menyematkan aturan mengenai sanksi.
“Nah kami KPAI juga merekomendasikan agar Kemendagri juga meninjau ulang terkait dengan peraturan daerah tersebut,” tambahnya.
Di sisi lain, Rahmayanti menilai Perda pencegahan pernikahan anak ini bisa merujuk pada Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). UU TPKS disebut sudah mengatur ancaman pidana hingga denda ratusan juta rupiah bagi pihak yang menyelenggarakan pernikahan dini.
“Secara regulasi ini juga sudah ada di Undang-Undang TPKS Pasal X, di sana ada ancaman pidana 9 tahun atau denda Rp200 juta kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan anak,” ujarnya.
Faktor kemiskinan struktural yang mengakibatkan meningkatnya eksploitasi hingga pernikahan anak-anak di bawah umur juga tak lepas dari indeks kriminalitas.
Meskipun belum ditemukan data terbaru kriminalitas NTB 2025, namun Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Mataram Kombes Pol. Ariefaldi Warganegara mengungkapkan indeks kriminalitas di Kota Mataram, NTB selama 2024 mencapai 34 persen.
“Kasus kejahatan pada tahun 2024 sebanyak 329 kasus. Sedangkan, tahun sebelumnya sebanyak 499 kasus. Hal ini mengalami penurunan 170 kasus dengan persentase 34,07 persen,” kata Ariefaldi dalam konferensi pers, Mataram, Selasa (31/12/2024) dilansir dari Antara.
Ariefaldi menyampaikan, pencurian masih mendominasi kategori kriminalitas pada 2024, yang kemudian diikuti oleh penganiayaan, pembunuhan, asusila, narkoba, kepemilikan senjata api ilegal, peredaran uang palsu, pencurian kayu hutan dan perjudian.
Sementara, jika ditarik mundur, tindak kriminalitas pada tahun 2023 lebih tinggi dibanding tahun 2022 dan 2024, yakni sebanyak 5.341 kasus.
Meski begitu, perlu dicatat bahwa kategori kejahatan seksual dan eksploitasi anak masih masuk dalam daftar kasus yang ditangani. Ini menunjukkan bahwa meski indeks kriminalitas menurun, ancaman terhadap anak-anak, terutama perempuan masih tinggi, dan membutuhkan pendekatan perlindungan yang menyeluruh. (ssd)
Sumber: cnnindonesia.com