JAKARTA, Republikmaju.com – Kasus dugaan penganiayaan dan perdagangan manusia yang melibatkan mantan pemain sirkus Oriental Sirkus Indonesia (OCI) terus bergulir. Hingga kini, para mantan pemain sirkus itu masih memperjuangkan keadilan.
Kabar terbaru, eks pemain sirkus OCI mengaku laporan polisi terkait dugaan penghilangan identitas yang diajukan korban telah dihentikan pada tahun 1999 oleh pihak kepolisian.
Kuasa hukum para korban, Muhammad Sholeh, mengaku informasi terkait pemberhentian kasus itu disampaikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ia menyebut, polisi telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada tahun 1999 atau dua tahun sejak laporan dibuat.
“Hari ini kita datang ke Mabes Polri mempertanyakan surat SP3 terhadap laporan Saudara Vivi tahun 1997. Yang mana menurut informasi dari Komnas HAM pada tahun 1999 sudah dikeluarkan SP3,” ujar Sholeh kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Sholeh juga mengaku janggal dengan langkah polisi yang menerbitkan SP3 terhadap laporan kliennya itu. Pasalnya, ia menilai seharusnya polisi tidak memiliki kesulitan untuk membuktikan adanya penghilangan identitas oleh pihak OCI ataupun Taman Safari Indonesia (TSI).
“Pasal yang diadukan itu tentunya tidak susah untuk membuktikan, yaitu pasal 277 KUHP. Di mana di situ menghilangkan identitas seseorang dan dalam kasus ini mestinya bukan Vivi seorang, tapi ada banyak korban yang sampai hari ini juga tidak tahu asal-usulnya,” jelas Sholeh.
Kuasa hukum lainnya, Happy Sebayang, menilai polisi tidak profesional dalam penanganan perkara tersebut apabila memang benar telah menerbitkan SP3. Sebab, kata Happy, korban selaku pelapor justru tidak pernah mendapat informasi jika kasusnya telah dihentikan.
“Jadi, baik mengenai pemberitahuan tentang tentang tingkat penanganan perkara maupun terbitnya SP3 sendiri itu, beliau (korban selaku pelapor) tahu justru dari Komnas HAM, tidak disampaikan oleh penyidik,” tutur Happy.
Oleh karenanya, Happy mengaku sengaja mendatangi Mabes Polri bersama korban untuk memastikan fakta hukum yang sebenarnya terkait laporan tersebut.
“Ini adalah upaya kita untuk memastikan SP3 itu dan apa yang menjadi alasan terbitnya SP3. Karena ada ruang bagi kita untuk akan melakukan praperadilan terkait SP3 itu sendiri,” jelasnya.
Seperti diketahui, sebelumnya sejumlah mantan pekerja sirkus Oriental Sirkus Indonesia (OCI) Taman Safari Indonesia (TSI) mengadukan dugaan eksploitasi yang dialami ke Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM). Pengaduan itu diterima Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, pada Selasa (15/4/2025) lalu.
Dalam audiensi tersebut, mantan pekerja OCI menyebut aksi kekerasan hingga eksploitasi terhadap anak telah terjadi sejak tahun 1970-an oleh para pemilik OCI dan TSI.
Mugiyanto menyebut, berdasarkan keterangan para korban apa yang mereka alami tidak hanya tindakan kekerasan semata, melainkan juga bentuk pelanggaran HAM.
Kasus yang dialami para mantan pemain sirkus OCI tersebut juga viral di media sosial. (ssd)
Sumber: cnnindonesia.com